Kamis, 10 Mei 2012

INDONESIA DAN HUTAN BORNEO YANG KIAN TERSINGKIR

NAMA                 : NIKEN WIDYASWARA
NPM                     : 25211164
KELAS                 : 1 EB 26

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam ,hal itu dapat dilihat dari segi kekayaan flora dan fauna, limpahan hasil bumi, keindahaan dan eksotisme alamnya serta hutan hijau sebagai vital paru paru dunia.
Di Indonesia itu sendiri hutan dapat ditemui di sebagian pulau - pulau di Indonesia mulai dari sabang sampai merauke. Namun seiring pertumbuhan penduduk serta penyebaran penduduk, hutan yang masih terjaga banyak ditemui di pulau borneo dan juga pulai irian. Sedangkan dipulau jawa sendiri hutan kian sulit untuk ditemui.
Dalam sudut ekonomi, tentu saja subsektor kehutanan turut ambil alih dalam kemajuan perekonomian Indonesia. Nilai tambah subsektor ini tak dapat dipandang sebelah mata, dalam kurun waktu singkat nilai tambah subsektor ini kian meningkat. Walaupun sumbangsih nisbi ( relative contribution ) subsektor ini dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi nilai tambah dalam membentuk produk domestic bruto atau pendapatan nasional kian mengecil, hal itu bukanlah berarti nilai dan peranannya tak lagi bermakna. Subsektor ini juga dapat menyerap tenaga kerja khususnya bagi masyarakat hutan borneo, Kalimantan.
Hutan tak hanya bermanfaat sebagai pengasil kayu ataupun sumber oksigen alami,akan tetapi dari hutan juga dapat menciptakan mata pencaharian lain seperti halnya berburu, tentu saja berburu dalam tanda kutip. Yaitu berburu hewan yang dilegalkan oleh Negara.

Namun hutan yang harusnya kita jaga dan lestarikan keseimbangannya, kini tak lagi terjaga. Eksploitasi kayuilegal kian merajalela, perburuan liar akan hewan yang dilindungi kian gencar. Alhasil hutan Indonesia kini makin gundul, bencana longsor banyak terjadi dimana – mana. Keseimbangan alam  pun kian goyah. Tak hanya kerugian pada segi keseimbangan alamnya akan tetapi menurut segi perekonomian pun juga mengalami kerugian. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengangguran dipinggiran hutan akibat banyaknya perusahaan gelap yang mengekspoitasi hutan secara illegal dan besar-besaran.
Keadaan IUPHHK pada hutan alam/Hak Pengusahaan Hutan Tahun 2005
Wilayah
Unit
Luas (juta ha)

wilayah
unit
Luas juta ha
Sumatera
40
2,22
Sulawesi
147
11,82
Kalimantan
27
1,84
Maluku
24
1,78
NTB
1
0,03
Papua + irja barat
47
10,02
indonesia
285
27,72

 hal tersebut membuktikan bahwa kalimantan memiliki luas hutan yang lebih luas daripada wilayah indonesia lainnya.Kalimantan merupakan pulau terbesar di Indonesia . Pulau ini terkenal kaya dengan berbagai sumber daya alam seperti hutan dan tambang. Hutan misalnya, selama masa orde baru menjadi sumber pendapatan yang signifikan. Lebih dari 50 % Hak Pengusahaan Hutan berada di pulau nomor tiga terbesar di dunia ini. Paska orde baru-pun hutan Kalimantan masih memegang peran penting. Total produksi kayu nasional sekitar 70% masih berasal dari sini

Seperti yang telah kita ketahui bahwa hasil dari sektor kehutanan adalah kayu. Sedangkan hasil hasil hutan lainnya digolongkan sebagai hasil ikutan meliputi sirap, arang, bambu, damar, rotan, benang sutera, minyak kayu putih . nilai akhir dari hasil hutan yang belum diolah inilah yang termasuk dalam nilai produk sektor pertanian dalam perhitungan PDB. Sedangkan nilai tambah hasil hasil hutan yang sudah diolah dimasukkan kedalam industry pengolahan (maufaktur)

Berdasarkan tata gunanya, hutan Indonesia dibedakan atas hutan lindung ,suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan huta n produksi yang dapat dikonversi.

Akan halnya tambang, sejak lama Kalimantan sudah dikenal kaya akan berbagai jenis tambang seperti minyak bumi, gas, emas dan batubara. Berbagai perusahaan besar baik swasta maupun BUMN telah lama melakukan kegiatan tambang, misalnya minyak, gas bumi, dan batubara di berbagai tempat di Kalimantan . Dalam masa desentralisasi, tambang masih menjadi primadona. Batubara misalnya menjadi andalan beberapa kabupaten seperti Tanah Bumbu dan Kotabaru di Kalimantan Selatan dan Kutai Barat di Kalimantan Timur. Minyak tetap menjadi andalan utama di Kalimantan Timur.
Di Kalimantan itu sendiri menyumbang Rp 200 trilyun untuk devisa nasional, Dari jumlah tersebut, sekitar 80 % berasal dari pengelolaan sumber daya alam seperti pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Data BPS Kaltim 2003 misalnya mencatat bahwa sektor ekonomi yang sangat berperan dalam pendapatan rejional, selain dari industri pengolahan (38,70 %), diperoleh dari sektor pertambangan (35,68 %). Angka ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Untuk Kalimantan Selatan, beberapa kabupaten misalnya sangat mengandalkan pendapatan dari tambang batu bara. Kalimantan Tengah sangat mengandalkan pendapatan dari hutan dan perkebunan (kopra, sawit dan karet). Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Kalteng Desember 2006 menunjukkan sektor kehutanan misalnya (kayu olahan seperti moulding dan plywood) memiliki nilai ekspor US$ 74,5 juta.
Kemudian, dalam beberapa tahun terakhir muncul fenomena perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim ini menyebabkan berbagai hal seperti pencairan es di kutub, cuaca yang sulit diprediksi, curah hujan yang lebih banyak di berbagai tempat dan kekeringan yang lebih cepat terjadi di tempat lain. Deforestasi hutan Kalimantan , beserta kebakaran hutan dan lahan gambut yang kerap terjadi, dinyatakan sebagai salah satu pendorong perubahan iklim. Kemampuan hutan untuk menahan karbon begitu terkurangi sejalan dengan tingkat deforestasi hutan yang masih tinggi di Kalimantan . Kebakaran hutan yang terjadi tahun 1997-1998 di pulau ini menghasilkan lepasan CO2 lebih dari 1 gigaton.

Eksploitasi sumber daya alam di berbagai tempat di Kalimantan menjadi terlihat berorientasi jangka pendek untuk mendapat keuntungan sesaat. Pertambangan batubara misalnya, seringkali dilakukan di areal yang seharusnya berfungsi lindung. Pengerukan batubara yang tidak disertai dengan upaya nyata reklamasi lingkungan menyebabkan bekas-bekas galian batubara menjadi warisan dari aktivitas tersebut. Dampak-dampak lanjutannya sudah bisa ditebak dan nyata terjadi, sebut saja ketegangan dan konflik sosial serta bencana akibat kerusakan lingkungan.


Banyak fakta menunjukkan kebijakan yang terjadi kerap menjadi pendorong pengelolaan sumber daya alam yang salah kaprah, yang justru tidak membuat sejahtera rakyat banyak dan menyumbang pada kerusakan alam. Pada masa orde baru, pemberian HPH kepada beberapa pengusaha (50 % lebih HPH berada di Kalimantan), terbukti tidak memberi manfaat bagi masyarakat dan bahkan memberikan andil besar bagi tingkat pengurangan luas hutan yang begitu tinggi.

Di era otonomi daerah, kebijakan yang diharapkan bisa memihak, kerap masih terpeleset. Di propinsi Kalimantan Selatan misalnya, beberapa bupati telah mengeluarkan ijin kuasa pertambangan (KP) yang dinilai tidak tepat. Seorang peneliti, seperti dikutip Banjarmasin Post 9 April 2007, mencatat bahwa ada sekitar 200 kuasa pertambangan (KP) yang mengeksploitasi 87.411 ha Hutan Lindung Meratus. Bahkan, dari data Dinas Kehutanan Kalsel tercatat 6 kabupaten di Kalsel yang hutan lindungnya sudah “dikapling” oleh pengusaha tambang. Padahal, maraknya eksploitasi tambang (batubara) di propinsi ini dituding banyak pihak sebagai penyebab berbagai bencana seperti banjir.



1.     http://sudewi2000.wordpress.com/2008/10/04/pengelolaan-sumber-daya-alam-kalimantan/ utama



2.     Dumary,1996: Perekonomian Indonesia,Erlangga,jakarta





1 komentar: