NAMA : NIKEN
WIDYASWARA
NPM : 25211164
KELAS : 1 EB 26
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam ,hal itu
dapat dilihat dari segi kekayaan flora dan fauna, limpahan hasil bumi,
keindahaan dan eksotisme alamnya serta hutan hijau sebagai vital paru paru
dunia.
Di Indonesia itu sendiri hutan dapat ditemui di sebagian pulau - pulau
di Indonesia mulai dari sabang sampai merauke. Namun seiring pertumbuhan
penduduk serta penyebaran penduduk, hutan yang masih terjaga banyak ditemui di
pulau borneo dan juga pulai irian. Sedangkan dipulau jawa sendiri hutan kian
sulit untuk ditemui.
Dalam sudut ekonomi, tentu saja subsektor kehutanan turut ambil alih
dalam kemajuan perekonomian Indonesia. Nilai tambah subsektor ini tak dapat
dipandang sebelah mata, dalam kurun waktu singkat nilai tambah subsektor ini
kian meningkat. Walaupun sumbangsih nisbi ( relative contribution ) subsektor
ini dalam perekonomian diukur berdasarkan proporsi nilai tambah dalam membentuk
produk domestic bruto atau pendapatan nasional kian mengecil, hal itu bukanlah
berarti nilai dan peranannya tak lagi bermakna. Subsektor ini juga dapat
menyerap tenaga kerja khususnya bagi masyarakat hutan borneo, Kalimantan.
Hutan tak hanya bermanfaat sebagai pengasil kayu ataupun sumber oksigen
alami,akan tetapi dari hutan juga dapat menciptakan mata pencaharian lain
seperti halnya berburu, tentu saja berburu dalam tanda kutip. Yaitu berburu
hewan yang dilegalkan oleh Negara.
Namun hutan yang harusnya kita jaga dan lestarikan keseimbangannya, kini
tak lagi terjaga. Eksploitasi kayuilegal kian merajalela, perburuan liar akan
hewan yang dilindungi kian gencar. Alhasil hutan Indonesia kini makin gundul,
bencana longsor banyak terjadi dimana – mana. Keseimbangan alam pun kian goyah. Tak hanya kerugian pada segi
keseimbangan alamnya akan tetapi menurut segi perekonomian pun juga mengalami
kerugian. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengangguran dipinggiran hutan
akibat banyaknya perusahaan gelap yang mengekspoitasi hutan secara illegal dan
besar-besaran.
Keadaan IUPHHK pada hutan alam/Hak Pengusahaan Hutan
Tahun 2005
Wilayah
Unit
Luas (juta
ha)
wilayah
|
unit
|
Luas juta ha
|
Sumatera
|
40
|
2,22
|
Sulawesi
|
147
|
11,82
|
Kalimantan
|
27
|
1,84
|
Maluku
|
24
|
1,78
|
NTB
|
1
|
0,03
|
Papua + irja barat
|
47
|
10,02
|
indonesia
|
285
|
27,72
|
hal tersebut membuktikan bahwa kalimantan memiliki luas hutan yang lebih luas daripada wilayah indonesia lainnya.Kalimantan
merupakan pulau terbesar di Indonesia . Pulau ini terkenal kaya dengan berbagai
sumber daya alam seperti hutan dan tambang. Hutan misalnya, selama masa orde
baru menjadi sumber pendapatan yang signifikan. Lebih dari 50 % Hak Pengusahaan
Hutan berada di pulau nomor tiga terbesar di dunia ini. Paska orde baru-pun
hutan Kalimantan masih memegang peran penting. Total produksi kayu nasional
sekitar 70% masih berasal dari sini
Seperti yang
telah kita ketahui bahwa hasil dari sektor kehutanan adalah kayu. Sedangkan
hasil hasil hutan lainnya digolongkan sebagai hasil ikutan meliputi sirap,
arang, bambu, damar, rotan, benang sutera, minyak kayu putih . nilai akhir dari
hasil hutan yang belum diolah inilah yang termasuk dalam nilai produk sektor
pertanian dalam perhitungan PDB. Sedangkan nilai tambah hasil hasil hutan yang
sudah diolah dimasukkan kedalam industry pengolahan (maufaktur)
Berdasarkan
tata gunanya, hutan Indonesia dibedakan atas hutan lindung ,suaka alam dan
hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan huta n
produksi yang dapat dikonversi.
Akan halnya
tambang, sejak lama Kalimantan sudah dikenal kaya akan berbagai jenis tambang
seperti minyak bumi, gas, emas dan batubara. Berbagai perusahaan besar baik swasta
maupun BUMN telah lama melakukan kegiatan tambang, misalnya minyak, gas bumi,
dan batubara di berbagai tempat di Kalimantan . Dalam masa desentralisasi,
tambang masih menjadi primadona. Batubara misalnya menjadi andalan beberapa
kabupaten seperti Tanah Bumbu dan Kotabaru di Kalimantan Selatan dan Kutai
Barat di Kalimantan Timur. Minyak tetap menjadi andalan utama di Kalimantan
Timur.
Di Kalimantan itu sendiri menyumbang Rp
200 trilyun untuk devisa nasional, Dari jumlah tersebut, sekitar 80 % berasal dari
pengelolaan sumber daya alam seperti pertambangan, kehutanan dan perkebunan.
Data BPS Kaltim 2003 misalnya mencatat bahwa sektor ekonomi yang sangat
berperan dalam pendapatan rejional, selain dari industri pengolahan (38,70 %),
diperoleh dari sektor pertambangan (35,68 %). Angka ini tidak jauh berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya.
Untuk
Kalimantan Selatan, beberapa kabupaten misalnya sangat mengandalkan pendapatan
dari tambang batu bara. Kalimantan Tengah sangat mengandalkan pendapatan dari
hutan dan perkebunan (kopra, sawit dan karet). Data Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) Kalteng Desember 2006 menunjukkan sektor kehutanan misalnya (kayu
olahan seperti moulding dan plywood) memiliki nilai ekspor US$ 74,5 juta.
Kemudian, dalam
beberapa tahun terakhir muncul fenomena perubahan iklim (climate change).
Perubahan iklim ini menyebabkan berbagai hal seperti pencairan es di kutub,
cuaca yang sulit diprediksi, curah hujan yang lebih banyak di berbagai tempat
dan kekeringan yang lebih cepat terjadi di tempat lain. Deforestasi hutan
Kalimantan , beserta kebakaran hutan dan lahan gambut yang kerap terjadi,
dinyatakan sebagai salah satu pendorong perubahan iklim. Kemampuan hutan untuk
menahan karbon begitu terkurangi sejalan dengan tingkat deforestasi hutan yang
masih tinggi di Kalimantan . Kebakaran hutan yang terjadi tahun 1997-1998 di
pulau ini menghasilkan lepasan CO2 lebih dari 1 gigaton.
Eksploitasi
sumber daya alam di berbagai tempat di Kalimantan menjadi terlihat berorientasi
jangka pendek untuk mendapat keuntungan sesaat. Pertambangan batubara misalnya,
seringkali dilakukan di areal yang seharusnya berfungsi lindung. Pengerukan
batubara yang tidak disertai dengan upaya nyata reklamasi lingkungan menyebabkan
bekas-bekas galian batubara menjadi warisan dari aktivitas tersebut.
Dampak-dampak lanjutannya sudah bisa ditebak dan nyata terjadi, sebut saja
ketegangan dan konflik sosial serta bencana akibat kerusakan lingkungan.
Banyak fakta menunjukkan kebijakan yang terjadi kerap menjadi pendorong pengelolaan sumber daya alam yang salah kaprah, yang justru tidak membuat sejahtera rakyat banyak dan menyumbang pada kerusakan alam. Pada masa orde baru, pemberian HPH kepada beberapa pengusaha (50 % lebih HPH berada di Kalimantan), terbukti tidak memberi manfaat bagi masyarakat dan bahkan memberikan andil besar bagi tingkat pengurangan luas hutan yang begitu tinggi.
Di era otonomi
daerah, kebijakan yang diharapkan bisa memihak, kerap masih terpeleset. Di
propinsi Kalimantan Selatan misalnya, beberapa bupati telah mengeluarkan ijin
kuasa pertambangan (KP) yang dinilai tidak tepat. Seorang peneliti, seperti
dikutip Banjarmasin Post 9 April 2007, mencatat bahwa ada sekitar 200 kuasa
pertambangan (KP) yang mengeksploitasi 87.411 ha Hutan Lindung Meratus. Bahkan,
dari data Dinas Kehutanan Kalsel tercatat 6 kabupaten di Kalsel yang hutan
lindungnya sudah “dikapling” oleh pengusaha tambang. Padahal, maraknya
eksploitasi tambang (batubara) di propinsi ini dituding banyak pihak sebagai
penyebab berbagai bencana seperti banjir.
1.
http://sudewi2000.wordpress.com/2008/10/04/pengelolaan-sumber-daya-alam-kalimantan/
utama
2.
Dumary,1996: Perekonomian Indonesia,Erlangga,jakarta
yang ini juga lucu ceritanya.
BalasHapus